Beda Garuda Indonesia dan Kereta Api Indonesia
Garuda Indonesia terbang makin tinggi di angkasa. Kereta Api setia menempel di rel yang tertancap di bumi. Dari posisinya saja sudah memberi isyarat. Ketika Garuda menghadapi persoalan dan membutuhkan suntikan modal, pemerintah cepat mengantisipasi. Bagaimana ketika PSO –public service obligation—ini terjadi di KAI? Yang juga butuh investasi besar untuk perbaikan fasilitas dan membuat kereta lebih cepat?
Ya, secepat laju kereta api itu sendiri. Tut..tut..tut. Bisa ngebut konstan dengan 120 km per jam saja sudah jempol dua. Beda dengan jet Boeing 747 ER, yang sanggup membelah awan dengan kecepatan 500-800 km per jam di atas ketinggian 30.000 kaki. Celakanya, petinggi-petinggi negeri ini lebih sering naik Garuda, dibandingkan KA ekonomi? Ya otomatis, perhatian, penjiwaan, service, dan quick respons-nya jauh lebih sensitif ke Garuda.
Terlalu lama PT KAI tidak tersentuh manajemen profesional yang mengandalkan aspek services. Cara berpikir dan bekerja pegawainya lebih mirip pegawai negeri, yang berangkat jam 8 pulang jam 16.00 WIB. Tidak berusaha mencari terobosan, tidak berinovasi, apalagi mencari model business development sebagaimana perusahaan swasta. “Lama saya mengubah mind set seperti ini, hampir tiga tahun,” aku Ignatius Jonan, Dirut PT KAI yang menggantikan Ronny Wahyudi tahun 2009 itu.
Selama 2006-2007-2008, sebelum Jonan menjadi orang nomor satu, PT KAI menderita kerugian 109,786 M. Begitu dilantik, 2009-2010-2011, pria yang mantan Managing Director Citigroup 2006-2009 ini langsung menyulap perusahaan kereta api ini membukukan laba bersih setelah pajak, 572,380 M. Tahun 2011 saja, berlaba 201,244 M. “Semua curiga, saya main sulap! Tapi saya bisa buktikan, bahwa ini semua adalah kinerja perusahaan yang riil,” ungkap mantan Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia 2001-2006, salah satu BUMN itu.
Ketika performance perusahaan membaik, services meningkat, kenyamanan meningkat, kreativitas naik, aksi korporasi makin inovatif, maka PT KAI pun terus percaya diri. Volume penumpang yang terangkut sepanjang 2011 memang tidak naik, tetapi kualitas layanannya naik signifikan. Lagi-lagi, jangan dibandingkan dengan Garuda Indonesia. “Kami memang concern di pelayanan!,” ungkap Jonan didampingi jajaran direksinya, yang mengakui masih jauh dari kata sempurna.
Ada Wadirut, Darmawan Daud, Direktur Keuangan Kurniadi Atmosasmito, Direktur SDM Joko Margono, Direktur Teknik Judarso, Direktur Keselamatan Rono Pradipto, Direktur Komersial Sulistjo Wimbo Hardjito dan Humas Sugeng Priyono. “PSO yang diberikan melalui kontrak jauh lebih kecil dari realisasi kebutuhan. Inilah tantangan dalam menaikkan kualitas layanan,” akunya.
Penanda yang kontrak juga terlambat, sehingga pembayaran PSO terlambat. Biasanya baru menjelang Idul Fitri. Pembayaran PSI 2011 sendiri per penumpang rata-rata untuk jarak jauh-dekat, sebesar Rp 5.916,-, sudah lebih baik 30 persen dari tahun sebelumnya. PT KAI juga sudah memberikan subsidi silang kepada kereta kelas ekonomi dari pendapatan kereta angkutan barang sekitar Rp 400 M tahun 2011. Namun, itupun tidak cukup untuk meningkatkan kualitas layanan dan sarana kereta kelas ekonomi.
”Akibat peningkatan upaya safety dan security, naik Rp 30 M. Peningkatan kebersihan dan kenyamanan KA dan stasiun naik Rp 10 M. Kenaikan gaji pokok plus tati dan insentif operasional pegawai rata-rata 10 persen tiap tahun, total Rp 100 M. Makanya, sekarang petugas penjaga palang pintu saja gajinya 3-4 juta rupiah per bulan,” ungkapnya.
Inovasi dan upaya-upaya perbaikan PT KAI memang tidak terlalu “seksi” bagi publik, termasuk media massa. Tidak banyak yang tahu, langkah-langkah perubahan yang sudah dilakukan. Perubahan logo, pengembangan bisnis, stasiun online, mobile ticketing online, rail agent, call center 121, BNI Rail Card –BNI Prepaid dan mesin Electronic Data Capture--. “Nanti kami bisa menerima pembarayan dengan potong pulsa,” kata Jonan.
Soal penurunan angka kecelakaan sejak 2007, juga tidak banyak tercover media. Tidak banyak yang tahu, dari soal kereta anjlok, kereta kena banjir, longsor, sampai tabrakan KA v KA. Penurunan jumlah korban juga terus menurun, dari luka ringan, luka berat, sampai meninggal dunia.
Apa saja yang sudah dilakukan? “Toilet gratis di semua stasiun besar, call center untuk reservasi tiket eksekutif dan bisnis, penggantian toilet kereta menjadi ramah lingkungan, pembelian tiket dengan drive thru di Stasiun Gambir, penerapan tiket terpadu KAI, Pelni, Damri, dan ASDP, penerapan manager on duty di KA eksekutif, komersialisasi stasiun besar menjadi tempat pertemuan antar calon pengguna kereta, penataan parker yang aman di stasiun besar, penghijauan di stasiun dan jalan rel di kota besar, dan kebersihan toilet,” paparnya.
Selain itu, yang sedang dilakukan, penataan bangunan tua stasiun dan gedung milik PT KAI sebagai warisan cagar budaya. Pengamanan rel, stasiun dan kereta dengan bekerja sama dengan TNI dan Polri. Prasarana juga diperbaiki, seperti pemasarangan early warning system, automatic train stop, peremajaan radio train dispatching system, dan lainnya.
Tapi lagi-lagi, kalau prestasi baik, itu bukan berita. Itu lebih mirip kabar burung, yang cepat datang cepat terbang. Tapi kalau ada kecelakaan, apalagi ada korban jiwa, perlakuan terhadap atapers bandel -penguna jasa kereta api, di atas atap-, problem sosial, calo menjelang Idul Fitri, itu baru menjadi berita heboh. “Saya bersyukur mudik 2011 lalu lancar, tidak ada kecelakaan. Anda bisa bayangkan, PT KAI ini satu-satunya perusahaan yang karyawannya tidak pernah bisa ikut ber-Lebaran selama-lamanya,” akunya.
“Tapi oke, kami masih menyimpan banyak kejutan, banyak rencana besar untuk mengurangi kemacetan, mengangkut lebih banyak penumpang, menurunkan emisi gas buang dan penghematan BBM,” ungkapnya. Apa itu rencana besarnya? Ikuti sambungannya besok. (bersambung/dk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar